
Ngeri sungguh-sungguh ngeri...
Bahkan eksekusi paling sadis di dunia pun tak sanggup menyaingi kengeriannya...
Membayangkannya saja sudah tidak mampu, apalagi jikalau harus merasakannya.
Nauzubillahi min zalik.
Yaumul hisab atau hari perhitungan amal yakni hari dimana Allah memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya perihal amal mereka.
Pada hari itu, insan tidak akan bisa mengelak dan berbohong dari segala amal perbuatannya alasannya yakni semua anggota tubuh akan menjadi saksi atas segala perbuatannya. Sekalipun insan telah lupa, tetapi Allah SWT maha mengetahui atas segala amal perbuatan manusia.
Kelak di hari akhir, sehabis semua orang dibangkitkan tanpa terkecuali, kita dikumpulkan untuk menerima keadilan. menyerupai dilansir dari muslimahdaily.com
Ya, keadilan apakah kita termasuk yang meyakini atau mengkafiri, mendzalimi atau didzalimi, berzakat atau bermaksiat, baik atau buruk, berakhir di nirwana yang indah atau neraka yang menyala.
Pertama kali insan akan dikumpulkan di Padang Mahsyar.
Yakni sebuah lahan luas lagi datar di mana matahari hanya berjarak satu mil dari atas kepala. Hanya segelintir orang saja yang menerima naungan dari Allah di padang dahsyat itu.
Namun bukan sehari dua hari, insan berdiri di padang mengerikan itu selama 40 tahun.
Setiap mata menatap langit, menanti pengadilan Allah terhadap dirinya. Namun penantian tak kunjung tiba.
Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah bersabda, “Allah mengumpulkan semua insan dari yang pertama hingga yang terakhir, pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit), menanti pengadilan Allah.” (HR. Ibnu Abid Dunya dan Ath Thabrani).
Ketika kesulitan dan kesusahan makin menjadi, mulailah orang-orang mencari syafaat pada para nabi, biar hari pengadilan disegerakan.
Mereka mendatangi Nabi Adam, namun dia enggan memberi syafaat. Lalu kepada Rasul pertama, Nuh, namun akibatnya sama.
Pergilah mereka kepada bapak agama samawi, Nabi Ibrahim. Namun ternyata Nabi Ibrahim pun menolak memberi syafaat. Penolakan yang sama pula terjadi ketika meminta syafaat pada Nabi Musa dan Nabi Isa.
Harapan terakhir yakni Rasulullah.
Maka pergilah mereka pada Nabi Muhammad, berharap syafaat diberikan dia Shallallahu’alaihia wa sallam.
Rasulullah kemudian memohon kepada Allah biar sanggup memperlihatkan syafa’at. Atas izin Allah, Rasulullah pun memperlihatkan syafaat pada semua insan biar segera diberi keputusan.
Maka di gelarlah pengadilan Allah.
Ini lah hari perhitungan amal dimulai. Inilah yaumul hisab yang minta disegerakan, namun bekerjsama mengerikan. “Sungguh, kepada Kamilah mereka kembali. kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kamilah menciptakan perhitungan atas mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 25-26).
Manusia kemudian mengantre diadili, alasannya yakni hewan-hewan yang pertama kali menerima catatan mereka.
Manusia, baik yang beriman ataupun kafir, melihat bagaimana keadilan Allah yang amat sangat adil terjadi pada hewan.
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) sepertimu. Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab kemudian kepada Rabb-lah mereka dihimpunkan.” (QS. Al An’am: 38).
Tak ada tujuan mengadili para binatang kecuali demi tegaknya keadilan bagi semua makhluk-Nya. Tak hanya manusia, keadilan bagi makhluk Allah pun berlaku pada binatang dan jin.
Maka sehabis semua binatang dikumpulkan kemudian diadili, mereka pun menerima qishash. Allah memberi eksekusi pada para binatang dengan mengubah mereka menjadi tanah.
Saat melihatnya, insan dari kalangan kafir pun menginginkan eksekusi yang sama menyerupai hewan. Mereka begitu takut dan berharap biar tak dijeburkan ke neraka. “Dan orang kafir itu berkata, “Alangkah baiknya sekiranya saya menjadi tanah saja.” (QS. An Naba: 40).
Tibalah giliran insan untuk diadili.
Semua kesalahan diungkap dalam pengadilan Allah. Semua dosa akan nampak meski ketika di dunia dilakukan sembunyi-sembunyi.
Semua maksiat akan terungkap dan insan tak bisa menghindarinya.
Semua dosa akan tersingkap dan menciptakan insan tak bisa membela diri. Hanya rahmat Allah lah yang bisa menyelamatkan mereka.
Saat memperlihatkan kesalahan seorang hamba yang beriman, Allah berkata, “Apa kamu mengetahui dosa ini? Apa kamu mengakui dosa ini?” Maka sang mukmin menjawab, “Ya wahai Tuhanku, saya mengetahuinya.” Terus terjadi demikian acap kali ditunjukkan dosa-dosa yang dilakukan. Namun kemudian Allah berfirman kepada seorang yang beriman itu, “Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosamu di dunia, dan kini Aku mengampuni dosa-dosamu.” Kemudian diberikan kepadanya catatan amal kebaikannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Bagaimana dengan orang kafir dan munafik?
Para saksi mengungkap kedustaan mereka kepada Rabb Ta’ala. Mereka, baik saksi hidup maupun benda mati akan menyeru bahwa mereka yakni para pendusta. “Ia telah berdusta kepada Rabbnya,” seru mereka. Maka laknat Allah didapatkan bagi orang kafir dan munafik.
BACA JUGA: Bukan Menakut-Nakuti, Terlaknatlah Istri yang Mengingkari Kebaikan Suami
Itulah sedikit citra dari kejadian yaumul hisab.
Itu gres sedikit gambaran, alasannya yakni kita tak tahu bagaimana dahsyatnya kengerian ketika terlunta-lunta di Padang Mahsyar, bagaimana gejolak ketakutan ketika menghadapi pengadilan Allah yang amat sangat adil.
Kekhawatiran itu makin menjadi ketika ada sebuah pertanyaan, akankah kita termasuk yang menerima rahmat-Nya hingga terhapuslah dosa-dosa kita? Ataukah kita akan diserang para saksi yang mengungkap segala dosa kita?
Rasulullah pernah mengajarkan sebuah doa biar diberi fasilitas ketika menghadapi yaumul hisab. Beliau berdoa di dalam shalat, “Allaahumma haasibni hisaaban yasiiraa (Ya Allah, hisablah saya dengan hisab yang mudah).”
Ummul Mukminin Aisyah kemudian bertanya, “Apakah maksud hisab yang mudah, wahai Rasulullah?” Rasulullah pun menjelaskan, “Allah memperlihatkan kitab hamba-Nya, kemudian Allah memaafkannya begitu saja. Barang siapa yang dipersulit hisabnya, maka pasti ia akan binasa.” (HR. Ahmad, Al Hakim dan Ibnu Abi ‘Ashim).
Sumber http://www.wajibbaca.com
Ketika kesulitan dan kesusahan makin menjadi, mulailah orang-orang mencari syafaat pada para nabi, biar hari pengadilan disegerakan.
Mereka mendatangi Nabi Adam, namun dia enggan memberi syafaat. Lalu kepada Rasul pertama, Nuh, namun akibatnya sama.
Pergilah mereka kepada bapak agama samawi, Nabi Ibrahim. Namun ternyata Nabi Ibrahim pun menolak memberi syafaat. Penolakan yang sama pula terjadi ketika meminta syafaat pada Nabi Musa dan Nabi Isa.
Harapan terakhir yakni Rasulullah.
Maka pergilah mereka pada Nabi Muhammad, berharap syafaat diberikan dia Shallallahu’alaihia wa sallam.
Rasulullah kemudian memohon kepada Allah biar sanggup memperlihatkan syafa’at. Atas izin Allah, Rasulullah pun memperlihatkan syafaat pada semua insan biar segera diberi keputusan.
Maka di gelarlah pengadilan Allah.
Ini lah hari perhitungan amal dimulai. Inilah yaumul hisab yang minta disegerakan, namun bekerjsama mengerikan. “Sungguh, kepada Kamilah mereka kembali. kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kamilah menciptakan perhitungan atas mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 25-26).
Manusia kemudian mengantre diadili, alasannya yakni hewan-hewan yang pertama kali menerima catatan mereka.
Manusia, baik yang beriman ataupun kafir, melihat bagaimana keadilan Allah yang amat sangat adil terjadi pada hewan.
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) sepertimu. Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab kemudian kepada Rabb-lah mereka dihimpunkan.” (QS. Al An’am: 38).
Tak ada tujuan mengadili para binatang kecuali demi tegaknya keadilan bagi semua makhluk-Nya. Tak hanya manusia, keadilan bagi makhluk Allah pun berlaku pada binatang dan jin.
Maka sehabis semua binatang dikumpulkan kemudian diadili, mereka pun menerima qishash. Allah memberi eksekusi pada para binatang dengan mengubah mereka menjadi tanah.
Saat melihatnya, insan dari kalangan kafir pun menginginkan eksekusi yang sama menyerupai hewan. Mereka begitu takut dan berharap biar tak dijeburkan ke neraka. “Dan orang kafir itu berkata, “Alangkah baiknya sekiranya saya menjadi tanah saja.” (QS. An Naba: 40).
Tibalah giliran insan untuk diadili.
Semua kesalahan diungkap dalam pengadilan Allah. Semua dosa akan nampak meski ketika di dunia dilakukan sembunyi-sembunyi.
Semua maksiat akan terungkap dan insan tak bisa menghindarinya.
Semua dosa akan tersingkap dan menciptakan insan tak bisa membela diri. Hanya rahmat Allah lah yang bisa menyelamatkan mereka.
Saat memperlihatkan kesalahan seorang hamba yang beriman, Allah berkata, “Apa kamu mengetahui dosa ini? Apa kamu mengakui dosa ini?” Maka sang mukmin menjawab, “Ya wahai Tuhanku, saya mengetahuinya.” Terus terjadi demikian acap kali ditunjukkan dosa-dosa yang dilakukan. Namun kemudian Allah berfirman kepada seorang yang beriman itu, “Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosamu di dunia, dan kini Aku mengampuni dosa-dosamu.” Kemudian diberikan kepadanya catatan amal kebaikannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Bagaimana dengan orang kafir dan munafik?
Para saksi mengungkap kedustaan mereka kepada Rabb Ta’ala. Mereka, baik saksi hidup maupun benda mati akan menyeru bahwa mereka yakni para pendusta. “Ia telah berdusta kepada Rabbnya,” seru mereka. Maka laknat Allah didapatkan bagi orang kafir dan munafik.
BACA JUGA: Bukan Menakut-Nakuti, Terlaknatlah Istri yang Mengingkari Kebaikan Suami
Itulah sedikit citra dari kejadian yaumul hisab.
Itu gres sedikit gambaran, alasannya yakni kita tak tahu bagaimana dahsyatnya kengerian ketika terlunta-lunta di Padang Mahsyar, bagaimana gejolak ketakutan ketika menghadapi pengadilan Allah yang amat sangat adil.
Kekhawatiran itu makin menjadi ketika ada sebuah pertanyaan, akankah kita termasuk yang menerima rahmat-Nya hingga terhapuslah dosa-dosa kita? Ataukah kita akan diserang para saksi yang mengungkap segala dosa kita?
Rasulullah pernah mengajarkan sebuah doa biar diberi fasilitas ketika menghadapi yaumul hisab. Beliau berdoa di dalam shalat, “Allaahumma haasibni hisaaban yasiiraa (Ya Allah, hisablah saya dengan hisab yang mudah).”
Ummul Mukminin Aisyah kemudian bertanya, “Apakah maksud hisab yang mudah, wahai Rasulullah?” Rasulullah pun menjelaskan, “Allah memperlihatkan kitab hamba-Nya, kemudian Allah memaafkannya begitu saja. Barang siapa yang dipersulit hisabnya, maka pasti ia akan binasa.” (HR. Ahmad, Al Hakim dan Ibnu Abi ‘Ashim).
Sumber http://www.wajibbaca.com
Buat lebih berguna, kongsi: