
Puasa qadha via kabarmakkah.com
Bacaan Niat Puasa Qadha Ganti Ramadhan Karena Membayar Hutang Haid. Puasa qadha ialah salah ketentuan ibadah yang harus dan wajib di kerjakan karena kita memiliki hutang puasa dikala bulan ramdhan, entah karena sakit atau haid kita wajib menggantinya.
Niat ganti puasa atau mengqadha puasa harus diucapkan dalam hati dengan ikhlas, apabila kita akan melakukan puasa qadha. Puasa qadha atau puasa pengganti ialah puasa yang dilaksanakan setelah ramadhan karena darah haid yang membatalkan puasa seseorang, oleh karena itu bagi perempuan wajib mengganti puasa ramdhan dengan melakukan puasa qadha.
Bacaan Niat Puasa Qadha lengkap sesuai sunnah Nabi Muhammad SAW akan kita bahas dalam artikel ini. Oleh alasannya ialah itu, mari kita simak bersama niat puasa qadha dibawah ini.
Niat qadha via muslimpathway.blogspot.com
Inilah Niat Puasa Qadha:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءٍ فَرْضَ رَمَضَانً ِللهِ تَعَالَى
NAWAITU SHOUMA GHODIN 'AN QADAA'IN FARDHO ROMADHOONA LILLAHI TA'ALAA
Artinya : "Aku niat puasa besok hari karena mengganti fardhu Ramadhan karena Allah Ta'ala."
“Qadha” artinya; memenuhi atau melaksanakan. Adapun berdasarkan istilah dalam Ilmu Fiqh, qadha dimaksudkan sebagai pelaksanaan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh Syariat Islam. Misalnya, mengqadha puasa Ramadhan yang berarti puasa Ramadhan itu dilaksanakan sehabis bulan Ramadhan.
Adapun orang-orang yang harus mengqadha puasanya antara lain, yaitu:
Pertama, orang yang sakit dan sakitnya memberatkan untuk puasa.
Kedua, seorang yang musafir dan ketika dalam perjalanan sulit untuk berpuasa.
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
Ketiga, perempuan yang mendapati haidh dan nifas. Dalil perempuan haidh dan nifas ialah hadits dari ‘Aisyah, dia mengatakan,
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
“Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintarkan untuk mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.” (HR. Muslim)
Keempat, perempuan hamil dan menyusui. Wanita hamil dan menyusui Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, diantara perbedaan pendapat itu ialah sebagai berikut:
1. Keduanya harus mengganti puasa dan tidak perlu membayar fidyah. Ini ialah pendapat madzhab Hanafi, Abu Tsaur dan Abu Ubaid.
Alasan pendapat ini ialah meng-qiyas-kan perempuan hamil dan perempuan menyusui dengan orang sakit. Orang sakit boleh tidak puasa dan harus meng-qadha (mengganti) di hari lain sebagaimana terang dalam Al-Qur`an surah Al-Baqarah ayat 184 dan 185.
2. Keduanya harus membayar fidyah dan tak perlu mengganti puasa. Ini ialah pendapat Ibnu Abbas ra, Ibnu Umar ra, Sa’id bin Jubair, Qatadah.
Alasan pendapat kedua ini ialah pedoman dua orang sahabat Nabi SAW, terutama bagi madzhab yang menganggap bahwa pedoman sahabat itu menjadi salah satu dasar aturan bila tidak ada nash yang sharih. Riwayat Ibnu Abbas bisa ditemukan dalam Sunan Ad-Daraquthni, Tafsir Ath-Thabari dan lain-lain. Ibnu Abbas berkata:
”Bila seorang perempuan hamil khawatir akan dirinya dan perempuan menyusui khawatir akan bayinya di bulan Ramadhan, maka mereka boleh tidak puasa dan harus memberi makan orang miskin untuk tiap hari yang dia tinggalkan serta tidak perlu mengqadha.”
3. Bila dia hanya khawatir akan dirinya saja maka dia harus mengqadha
Tapi bila mengkhawatirkan pula keselamatan bayinya bila berpuasa maka dia harus mengqadha plus membayar fidyah. Ini ialah pendapat madzhab Syafi’i dan Hanbali.
Alasan pendapat ketiga ini ialah Madzhab Syafi’i dan Hanbali bergotong-royong sama dengan madzhab Hanafi yang meng-qiyas-kan perempuan hamil atau menyusui dengan orang sakit sehingga mereka wajib meng-qadha dan tidak berlaku pembayaran fidyah. Tapi mereka menambahkan bila keduanya khawatir akan keselamatan orang lain, dalam hal ini ialah janin atau bayi yang disusui yang bila mereka puasa akan mengganggu kenyamanan si bayi, maka ada kewajiban lain yaitu harus membayar fidyah karena batal puasa gara-gara menyelamatkan orang lain.
4. Wanita hamil hanya boleh mengqadha dan tidak membayar fidyah, sedangkan perempuan menyusui yang khawatir akan anaknya harus mengqadha plus membayar fidyah. Ini ialah pendapat madzhab Maliki.
Dan alasan pendapat keempat ialah pendapat yang membedakan antara perempuan hamil dan menyusui beralasan bahwa perempuan hamil di-qiyas-kan murni (qiyas taam) kepada orang sakit, sedangkan menyusui alasannya sama dengan alasan madzhab Syafi’i dan Hanbali.
Berhubung tidak ada nash sharih (yang jelas) dalam dilema ini maka membuka peluang untuk berbeda pendapat. Secara analogi mungkin pendapat Hanafi lebih kuat, karena memang banyak kemiripan antara hamil dan menyusui dengan orang sakit dengan impian sembuh dibanding dengan orang bau tanah yang tak bisa puasa atau orang sakit yang tak ada impian sembuh.
Niap puasa qadha via nu.or.id
Demikianlah ulasan wacana bacaan lafadz niat puasa qadha lengkap denga orang-orang yang diwajibkan mengqadha puasa. Apabila diantara kita masih ada utang puasa, mudah-mudahna kita diberikan fasilitas untuk membayar utang puasa kita tersebut. Aamiin.
Demikian artikel ini kami buat, agar bisa membantu dan bermanfaat bagi Anda yang sudah membaca artikel ini.
Sumber http://www.wajibbaca.com
Buat lebih berguna, kongsi: